Powered By Blogger

Selasa, 09 Agustus 2011

dialektologi

Fase perkembangan pemanjangan II, yang ditandai oleh RP mengalami fase retraksi (retraction).

c. adanya kenyataan bahwa kata can (khæ:n) yang dalam bahasa Inggris ragam kota New York yang vokal /a/ nya direalisasikan dengan vokal pendek. Hal tersebut menggambarkan bahwa kaidah perubahan bunyi itu peka terhadap morfosintaksis.

Seperti tampak dalam berbagai uraian di atas bahwa korespondensi dan variasi pada perubahan bunyi merupakan suatu keterpaduan. Laas (1991) menggambarkan perubahan soradis (variasi) dan perubahan secara teratur (korespondensi) seperti layaknya sebuah populasi yang terjangkit wabah penyakit. Antara individu satu dan yang lain akan berbeda dalam hal jangka waktgu tertular wabah penyakit tersebut. Seperti halnya wabah penyakit, perubahan bunyi melalui kata-kata dapat dilihat melalui kongteks itu.

Berpijak pada pandangan Laas di atas dapat diakatakan bahwa perubahan bunyi yang berupa korespondensi: sangat sempurna, sempurna dan kurang sempurna menggambarkan bahwa perubahan bunyi yang berupa variasi tidak terpisahkan dari perubahan yang berupa korespondensi. Semuanya merupakan mata rantai yang merupakan gabungan antara korespondensi dan variasi. Hal ini terlihat jelas pada dua buah contoh yang mempunyai daerah sebaran geografis yang sama. Kriteria ini mengimplikasikan adanya perubahan bunyi yang terjadi pada dua buah contoh dengan daerah sebaran geografis yang tidak sama, yang nialinya sama dengan satu contoh variasi. Jadi melalui perubahan bunyi kurang sempurna inilah (secara hierarkis) perubahan bunyi variasi dihubungkan dengan korespondensi (sempurna dan sangat sempurna).

Variasi dapat juga muncul ketika sebuah daerah yang belum mempunyai korespondensi sangat sempurna terpengaruh isolek daerah lain. Dengan kata lain variasi dapat muncul karena proses peminjaman. Variasi ada karena pada saat pendeskripsian perubahan yang diakatakan sebagai variasi baru lahir atau mati sebelum dewasa atau karena penyebab lain yaitu terpengaruh oleh isolek lain. Karena itu, variasi dan korespondensi merupakan dua hal yang integral dalam pelaksanaan suatu hakikat bahasa sebagai entitas yang berproses dan sedang berlangsung (terus menerus). Selanjutnya jika semua pendapat dihubungkan satu sama lain maka semua perubahan bunyi akan saling menuju. Hanya karena terjadi secara bertahap variasi dan korespondensi sangat sempurna tidak saling menuju. Lebih jelasnya di bagan bawah ini.

kor. kurang sempurna kor. sempurna

variasi kor. sangat sempurna

Seperti terlihat dalam bagan di atas variasi dan korespondensi sangat sempurna bisa berperan sebagai “titik tolak” dan “titik tuju”. Apabila inovasi itu bersifat internal variasi menajdi titik tolak dan korespondensi sangat sempurna menjadi titik tuju. Kebalikannya terjadi ketika inovasi bersifat eksternal.

3.2 JENIS-JENIS PERBEDAAN FONOLOGI

Adanya perubahan bunyi mengisyaratkan adanya perubahan fonologi variasi dan korespondensi seperti dijelaskan pada bab sebelumnya. Begitu pula dengan adanya perjenjangan dalam korespondensi menuntun perjenjangan fonologi di dalamnya. Dengan demikian perubahan fonologi yang berupa korespondensi dilasifikasikan sebagai berikut:

(a) perbedaan berupa korespondensi sangat sempurna

(b) perbedaan yang berupa korespondensi sempurna

(c) perubahan yang berupa korespondensi kurang sempurna

Selanjutnya perbedaan fonologi dapat pula dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

(a) korespondensi vokal

(b) variasi vokal

(c) korespondensi konsonan

(d) variasi konsonan: seperti pembagian dalam jenis-jenis pembagian bunyi.

3.3 DESKRIPSI PERBEDAAN MORFOLOGI

Perbedaan morfologi menyangkut semua unsur kajian morfologi yang meliputi afiksasi, reduplikasi, komposisi dan morfofonemik. Misalnya dalam hal afiks yang menyatakan makna kausatif benefaktif diantara penutur-penutur di Jawa Tengah (bagian barat) dan penutur-penutur di Jawa Barat. Nothofer (1989) mencatat ada 4 afiks untuk merealisasikan hal tersebut yaitu {-na}, {akǝn}, {-ake} dan {-ke}. Perbedaan afiks seperti itu mungkin dapat diapandang perbedaan fonologi. Namun, dalam hal perbedaan morfologi pandaangan haruslah diarahkan pada status satuan lingual itu sebagai alat gramatikal yang berupa afiks.

Perbedaan yang menyangkut tipe reduplikasi, misalnya perbedaan dalam tipe reduplikasi yang digunakan untuk membentuk nomina dari bentuk dasar yang berupa prakategorial, yang ditemukan dalam BS modern. Daerah pengamatan 3,4 dan 6 menggunakan reduplikasi parsial ditamabah dengan konsonan awal bentuk dasarnya ({Rpar+K1}) dan daerah pengamatan 1,2,5 dan 7-30 mengggunakan reduplikasi parsial tana konsonan bentuk awalnya({Rpar+K1}). Seperti pada /kAkkurα≈/kakur(a,E,A)/’kura-kura.

Perbedaan yang berkaitn dengan komposisi (pemajemukan)menyangkut perbedaan bentuk pada kata yang merupakan hasil proses komposisi tersebut. Selanjutnya, perbedaan morfofonemik menyangkut perbedaan dalam merealisasikan suatu afiks yang menyatakan makna yang sama. Perlu dijelaskan bahwa perbedaan itu berkaitan dengan muncul atau tidaknya konsonan nasal yang homorgan dengan konsonan awal bentuk dasarnya. Selain itu, perbedaan yang menyangkut semua kajian morfologis selalu muncul secara teratur dan karena itu selalu berupa korespondensi.

3.4 DESKRIPSI PERBEDAAN SINTAKSIS

Perbedaan sintaksis maksudnya perbedaan yang menyangkut seluruh kajian sintaksis yang ditemukan dalam bahasa yang diteliti. Perbedaan tersebut menyangkut perbedaan struktur klausa maupun frasanyang digunakan untuk menyatakan makna yang sama. Dalam hal ini morfosintaksis juga ikut dibicarakan dalam perbedaan sintaksis.

Perbedaan yang terdapat dalam bidang sintaksis dapat berupa korespondensi ataupun variasi. Kriteria penentuan status perbedaan bidang fonologi dapat diterapkan dalam penentuan status perbedaan sintaksis, termasuk juga morfologi. Kecuali yang berkaitan dengan perbedaan karena proses komposisi yang selalu nerwujud variasi.

3.5 DESKRIPSI PERBEDAAN LEKSIKON

Perbedaan leksikon adalah perbedaan leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa dan perbedaan ini selalu berupa variasi. Contohnya seperti disebutkan Gilleron bahasa Perancis terdapat variasi dalam merealisakan ‘ayam jago’ yaitu: gallus, pullus, faisan, vicare dan coq.

3.6 PERBEDAAN SEMANTIK

Perbedaan makna yang diberikan pada bentuk yang sama disebut perbedaan semantik. Namun, perlu diingat bahwa perbedaan makna tersebut masih terdapat pertalian makna. Contohnya kata baok dalam bahasa Sunda digunakan dalam lima makna yaitu bulu kemaluan, jenggot, kumis, alis tebal dan bulu padi. Dari contoh tersebut dapat diketahui masih terdapat pertalian makna yaitu segala hal yang berhubungan dengan bulu atau rambut.

3.7 SEDIKIT CATATAN TENTANG DESKRIPSI PERBEDAAN ASPEK SOSIOLINGUISTIK

Dalam dialektologi perbedaan bahasa didasarkan pada geografis berbeda dengan sosiolinguistik yang mendasarkan perbedaan bahasa pada faktor sosial. Misalnya saja jika mengamati bahasa yang mempunyai perbedaan sosial misalnya tingkatan seperti bahasa Jawa. Maka kerangak kerja harus ditekankan pada dialektologi.

Di bawah ini beberapa pertanyaan yuang menuntun ke arah kerja dialektologi yang mempun yai perbedaan sosial:

1. Adakah kemungkinan daerah pengamatan tertentu tidak mempunyai tingkatan bahasa?

2. Adakah perbedaan tingkatan bahasa satu daerah dengan daerah lain yang bersifat dialektal atau subdialektal?

3. Adakah pengaruh antar daerah pengamatan yang berhubungan dengan tingkatan bahasa?

4. Adakh perbedaan perbendaharaan kopsa kata halus dalam kelompok sosial dan antar kelompok sosial menurut daerah?

Penelitian dialektologi yang dilakukan Nothofer (1981) terhadap bahasa di Jawa Tengah dengan memusatkan terhadap tingkatan bahasa memberikan catatan sebagai berikut:

a. Secara kunatitatif perbedaan dialek dan subdialek lebih banyak ditemui pada kosa kata kasar daripada halus. Hal ini disebabkan tingkatan bahasa merupakan inobvasi baru pada bahasa Jawa (diperkirakan jaman Mataram).

b. Dalam hal kosakata halus beberapa daerah tertentu (Jateng bagian barat) memiliki kosakata halus yang lebih banya dibandingkan dengan daerah lain (Jateng bagian timur).

c. Kosa kata halus terdapat pada daerah pengamatan yang kadar kepemilikannya relatif rendah meliputi ciri-ciri:

1. Kadang kata halus merupakan kata kasar pinjaman dari daerah pengamatan di dekatnya

2. Kosa kata halus sering merupakan pembentukan baru berdasarkan analogi dengan proses morfofonemis yang berlaku untuk membentuk kata halus dari kata kasar (ngoko). Misalnya kata jati bentuk halusnya menjadi jatos. Atau dengan rumus {bw}u {K}>krama {bw}ǝt seperti dalam pasangan jambu>jambǝt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar