Perkenalan
Pembelajaran Tentang Variasi Bahasa
Buku ini berisi pembelajaran tentang aspek-aspek berbeda dari variasi bahasa. Hal yang dimaksud adalah pembelajaran tentang dialek pada sisi yang lebih luas – ragam bahasa yang ditentukan oleh wilayah varietas bahasa dan sosial, termasuk di dalamnya pengembangan, difusi dan evaluasinya. Banyak yang mempelajari tentang ilmu ini, dan menyebutnya geolinguistik (sosiolinguistik dialek geografi). Pemberhentian dari berbagai pembelajaran dalam aspek-aspek lain sosiolinguistik, yang menunutun saya menuju ilmu pengetahuan yang mempunyai masalah dengan sosiolinguistik. Hal tersebut menjadi menarik ketika dapat diartikan banyak hal berbeda untuk banyak orang berbeda. (Pada kenyataannya, hal ini memang menarik impikasi yang berbeda di Inggris dan Amerika Utaran bila dibandingkan dengan hal serupa yang ada di Eropa.) Saya ingin menyarankan, bagaimanapun, berbagai macam interpretasi ini membawa keterkaitan pada kenyataan bahwa, ketika setiap orang setuju bahwa sosiolinguistik mempunyai sesuatu yang dilakukan berhubungan dengan bahasa dan masyarakat, itu sama dengan tidak ada keterkaitan sama sekali dengan apapun yang terjadi dalam hubungan masyarakat dan bahasa. Masalahnya adalah, bahwa, penggambaran yang tidak benar dalam hubungan diantara bahasa dan masyarkat di sisi lain, dan sosiolinguistik di sisi lainnya. Dan kebingungan dialami para sarjana karena ada fakta yang berbeda dalam penggambaran tentang hubungan bahasa dan masyarakat di tempat yang berbeda.
Yang saya rasakan adalah apakah kamu menyebut sesuatu itu sosilinguistik atau bukan, pada keseluruhan analisis,banyak sekali hal, tapi meskipun demikian tentang penggambaran garis adalah sebuahn masalah yang layak untuk didiskusikan. Alasan saya untuk untuk membantah tentang ini terlihat penting bagi saya memberikan perkenalan yang jelas tentang kenyataan bahwa orang yang bekerja di wilayah dari bahasa dan masyarakat sering melakukanbanyak tujuan berbeda dan gagal untuk mengetahui fakta ini, meskipun demikian dengan membatasi ruang lingkup dari istilah sosiolinguistik—seperti saya suka atau tidak, dapat membawa menuju salah pengertian dan salah pemahaman yang serius.
Jika kita menguji secara objektif, di wilayah pembelajaran yang kita sebut bahasa dan masyarakat bahwa jika kita melihat mengapa dan untuk apa maksud para peneliti menyelesaikan penelitian pada bidang ini—kita dapat melihat kemungkinan untuk membagi pembelajaran mengenai bahasa dan masyarakat menjadi tiga kelompok: pertama yang menjadi objek adalah murni linguistik, kedua, dimana objeknya adalah bagian dari linguistik dan bagian dari sosiologi atau ilmu kemasyarakatan. Seperti pembagian pada umumnya, sedikit banyak pembagian ini arbitrar atau manasuka dan tidak mudah diaplikasikan pada kenyataannya, tapi ini mungkin bisa membantu dalam menghadapi suatu masalah apakah termasuk sosiolinguistik atau tidak, dan tentang penjelasan persisnya tergantung apa yang terjadi di lapangan.
Kategori pertama dapat kita lihat terdiri atas pembelajaran pada bidang bahasa dan masyarakat yang menitikberatkan murni pada linguistiknya. Tipe pembelajaran ini berdasarkan pada pekerjaan empiris pada bahasa yang diucapakan dalam konteks sosialnya, dan diharapkan bisa menjawab pertanyaan dengan baik mengenai topik yang menjadi perhatian utama yaitu linguistik. Dalam masalah ini istilah sosiolinguistik tidak menimbulkan kontroversial, tapi seharusnya bisa jelas bahwa dalam hal ini menggunakan prinsip-prinsip yang menunjuk pada metodologi : sosiolinguistik seperti sebuah cara untuk mengerjakan sosiolinguistik.
Banyak penelitian yang menggunakan tipe ini jatuh di dalam kerangka yang dibentuk pertama dan yang terkemuka adalah William Labov dan terdiri dari penelitian yang mana Labov sendiri kadang-kadang yang ditunjuk sebagai secular linguistik. Labov, seperti yang dikenal, menunjukkan dirinya untuk mengeluarkan hubungan antara bahasa dan kelas sosial. Bagaimanapun objek utamanya belum mempelajari lebih dalam tentang masyarakat tertentu, maupun menguji varian tambahan antara linguistik dan fenomena sosial untuk tujuannya tersebut—ini , saya pikir adalah sebuah kesalahpahaman. Tentu saja, Labov mengatakan sebenarnya penentangan istilah sosiolinguistik untuk beberapa waktu, sebagai sesuatu yang bahaya membuka cara menuju sebuah seri dari studi korelasi dari ketertarikan teori kecil. Dia akan lebih suka untuk menyebut penelitiannya sebagai linguistik. Walaupun penelitian tipe ini pada prakteknya memiliki keterkaitan dengan kondisi sosial pada saat penuturan. Melainkan, hal ini dititik beratkan untuk mempelajari lebih tentang bahasa dan untuk mengungkap topik-topik seperti mekanisme perubahan linguistik; keragaman alamiah linguistik dan struktur sistem linguistik. Semua pekerjaan pada kategori ini, nyatanya, mengarah pada satu tujuan meningkatkan dan mengembangkan pemahaman kita terhadap alam kebahasaan, dan di tahun yang akan datang untuk mengembangkan teori variasi, mengenali kekaburan dalam sistem linguistik, dan masalah-masalah yang ada dalam keragaman ke dalam deskripsi linguistik. Pendeknya dari pekerjaan ini untuk mengatakan dengan pasti tidak linguistik sebagai sebuah ilmu sosial.
Namun hal di atas tidak berarti, bahwa para peneliti dalam bidang ini tidak tertarik pada isu sosiologi. Seseorang tidak mudah bekerja dari wawancara pada sebuah tape recorder tanpa tertarik pada psikologi sosial dari interaksi percakapan;maupun mengabaikan pengaruh jaringan sosial pada dialek tologi urban; maupun pengabain faktor sosiopsikologi seperti ambisi sosial dan akomodasi linguistik kepada hal lain. Tujuan utama dari setiap pembelajaran, bagaimanapun, ada linguistik di dalamnya.
Kategori kedua terdiri atas pembelajaran bahasa dan masyarakat yang ada dalam berbagai macam tingkat, hal tersebut adalah sosiologi dan linguistik pada khususnya. Dalam hal ini, tentu saja, dimana yang menjadi masalah utamanya adalah istilah sosiolinguistik yang tidak benar. Masalahnya bahwa beberapa peneliti akan meliputi keseluruhan dari kategori ini dalam sosiolinguistik; yang lainnya di luar dari kategori ini sepenuhnya ; belum yang lainnya akan termasuk pada beberapa hal tapi tidak semuanya.
Di dalam kategori ini ada beberapa bidang pembelajaran atau penelitian, tidak ada yang keseluruhan beda satu sama lain. Label deskripsi ini dikerjakan para sarjana pada bidang ini meliputi: sosiologi bahasa, psikologi sosial bahasa, antropologi linguistik, etnografi ujaran dan analisis wacana. Objek sosial pada bidang ini seperti di atas sudah sangat jelas. Tapi mereka juga mempunyai objek dan manfaat linguistik. Contohnya, benar bahwa atropologi mempelajari sistem kekerabatan linguistik tabu, melalui studi bahasa sebuah komunitas, terkait dengan pembelajaran yang lebih tentang struktur dan nilai dari komunitas tersebut dibanding dengan bahasanya. Tapi ada juga banyak studi, seperti analisis komponen dari sistem kekerabatan dengan semantik, dan penyelidikan yang relatif dalam linguistik, sementara mereka dianggap menjadi antropoogi linguistik, pastinya dengan ketertarikan linguis daripada antropologis. Lagipula, study tentang struktur dari wacana percakapan, linguistik seperti terkait dengan studi tata bahasa teks secara umum. Dan para murid yang mempelajari perubahan sintaksis akan mencatat penjelasan yang dibuat oleh Sankoff dan Brown (1976) tentang pengembangan klausa reatif bahasa Inggris Pasaran di Papua Nugini dalam percakapan antar pembicara. Sama dengan, sosiologi bahasa, dalam hal ini studi tentang kebilingualan, yang menghubungkan studi gangguan (dalam bahasa) dengan sistem linguistik. Dan dugaan dari daftar kata-kata lisan, dari sosiologi bahasa dan kemampuan komunikasi, dari etnografi ujaran, terkait dengan itu siapa yang tertarik dalam seberapa jauh keabasahan tata bahasa luas dan kemampuan dugaan Chomsky. Sejauh keterkaitannya dengan psikologi bahasa, Labov, da;lam studi Martha Vineyardnya, adalah satu dari sekian banyak yang bisa menunjukkan sikap pada bahasa dapat menjadi kekuatan yang besar dalam perkembangan perubahan linguistik. Dan teori psikologi sosial dari linguistik antar pembicara dapat membantu menjelaskan peran interaksi langsung dalam terjadinya perubahan.
Banyak sarjana yang bekerja pada bidang ini, lebih dari itu, akan menuju ke pekerjaannya yang termasuk dalam sosiolinguistik, dan hal tersebut memeperlihatkan pada saya bahwa, terutama jika salah satu dari mereka memutuskan sasaran hasil sebagai ukuran, itu adalah hal yang sah dan sempurna.
Kategori ketiga terdiri atas studi pada bidang bahasa dan masyarakat yang agak menitikberatkan sosial daripada linguistik. Satu contoh yang disajikan dengan beberapa aspek pada bidang etnometodologi. Tidak mudah bagi orang awam untuk mengerti atau memberi sebuah karakterisasi yang akurat tentang etnometodologi, tapi etnometodologi bukanlah objek yang terlalu sulit untuk diketahui efeknya bahwa etnometodologi bisa menjadi cara untuk mengerjakan etnogarfi atau sosiologi yang mempelajari alasan praktis setiap orang dan pengetahuan umum dari masyarakat mereka dan cara mereka bekerja. Salah satu cara dalam studi tipe ini dapat dengan menyelidiki penggunaan bahasa dalam interaksi sosial. Tapi sebagai catatan bahwa studi ini tidak untuk pengucapan, namun pembicaraan. Analisis pembicaraan atau percakapan memungkinkan etnometodologis untuk melokalisirnya, contohnya sesuatu hal yang diperkirakan merupakan warisan suatu masyarakat – ilmu pengetahuannya adalah pendekatan biasa.
Sekarang mungkin terasa bahwa studi etnometodologi berhubungan dengan studi linguistik dari topik seperti presuposisi (persangkaan), pragmatik, dan tidak tutur. Percakapan, pada umumnya bagaimanapun, nampak jelas sebagai etnometodologi, sementara yang dihadapi adalah bahasa dan masyarakat, dan secara wajar sungguh-sungguh bukan linguistik, oleh karena itu juga bukan termasuk sosiolinguistik. Bahasa (dalam hal ini percakapan) sebagai data, tapi sebagai sasaran hasilnya adala ilmu sosial. Data linguistik digunakan untuk menunjukkan kekeliruan dalam penggunaan ilmu sosial, bukan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang bahasa.
Saya akan mengilustrasikan ini dengan suatu cara berikut. Beberapa linguis berkonsentrasi pada aspek analisis wacana percakapan yang telah menjadi sebuah peraturan wacana. Studi jenis ini menitikberatkan pada masalah yang memungkinkan untuk memberi ciri antar tiap arti, mana percakapan yang padu dan yang tidak padu. Beberapa peneliti menentang tipe studi ini dimasukkan dalam linguistik, hal ini akan melibatkan kita pada tugas yang tidak mungkin yaitu mendiskripsikan seluruh tata bahasa yang dikethui para penutur di dunia. Bagaimanapun, Labov, dalam tulisannya “Aturan untuk Menghina (Rules for ritula insult)”, telah menunjukkan bahwa mungkin mengembangkan aturan wacana yang yang memperlukan penjelasan tanpa melakukannya. Di sini ada sebuah contoh yang terkenal, dia berkata bahwa kita tahu di bawah ini adalah sebuah potongan wacana yang sangat padu:
A. Apakah kamu bekerja besok?
B. Saya bertugas sebagai juri
Kita lihat ada sesuatu yang hubungan linguistik yang tidak terlihat antara pertanyaan A dan jawaban B. Jadi apa hubungannya? Labov mengatakan bahwa jenis dari hubungan ini dapat ditangani dengan sebuah peraturan seperti ini, jika B menjawab tidak berhubungan secara linguistik (dengan peraturan penghilangan kata atau yang lain) kepada pertanyaan A, kemudian jawaban itu didengar sebagai sebuah pernyataan dan ada hal yang diketahui antara A dan B, yang berhubungan dan dari jawaban tersebut dapat disimpulkan sesuatu. Dalam hal ini, hal yang diketahui atau proposisi antara A dan B, yang mana jawaban B kedengaran seperti sebuah pernyataan, itu berarti bahwa orang yang bekerja sebagai dewan juri tidak diijinkan bekerja. Bagaimanapun, seorang linguis tidak perlu membangun informasi ini dalam sebuah deskripsi linguistik atau tata bahasa yang berusaha menghitung kemampuan menerima dialog ini. Kepentingan linguistik hanya terkait dengan bentuk dari wacana itu sendiri dan dengan kenyataan dari proposisi. Sementara kita harus membuat catatan untuk isi dari proposisi, ini bukan perhatian utama kita. Etnometodologi, di sisi lain tertarik pada studi pada isi dari priposisi seperti ini. Tepatnya tipe proposisi ini diungkapakan sebagai dasar pengetahuan bersama yang meliputi studi etnometodologi dari interaksi percakapan (walaupun secara khas, tentu saja, proposisi ini agak kurang nyata dibandingkan proposisi yang didiskusikan di sini). Oleh karena itu etnometodologi menyediakan contoh yang sangat baik dari pekerjaan mengenai bahasa dan masyarakat tapi yang saya sarankan itu bukan sosiolinguistik. Itu jelas, bukan tugas seorang linguis menguji apakah setiap anggota masyarakat tahu tentang bagaimana (sisitem) kemasyarakatan bekerja (walaupun sebenarnya sangat berguna bila dilatarbelakangi ilmu poengetahuan). And saya pikir kita mungkin bisa setuju ketika kita sampai pada suatu titik dimana data bahasa digunakan untuk mengetahui tentang masyarakat tapi tidak untuk bahasa, kemudian ini suatu titik dimana, keahlian linguistik digunakan untuk sesuatu yang bersifat sosiologis, murid dari bahasa dan masyarakat dan studi sosiolinguistik tahu mereka telah melakukan hal yang berbeda.
Sebuah studi interdisipliner pastinya sangat pantas dipertimbangkan dan dibutuhkan kerjasama antar para sarjana (seperti linguistik dan sosiologi) ini pastilah menjadi suatu hal yang sangat didukung. Sebenarnya, bagaimanapun, pelabelan dan penggambaran batasan-batasan antara tiap disiplin ilmu mungkin menjadi tidak penting, tidak perlu dan tidak membantu. Seperti Dell Hymes (1974) berkata : pembedaan studi tiap orang dalam kaum kompetisi mungkin membuat ketertarikan picik, tapi bukan ketertarikan umat manusia itu sendiri dalam pengertian dan kebebasan masing-masing. Dalam hal sosiolinguistik, bagaimnapun kita harus memperhatikan bahwa terlalu luas istilah payung tidak dibedakan sebagai objek dari titik kesalahpahaman: banyak orang bekerja pada bidang bahasa dan masyarakat melakukan sejumlah maksud yang berbeda.
Bagian buku ini telah disatukan dan diberi judul Pada Dialek. Oleh karena itu seharusnya bisa jelas bahwa buku ini diarahkan ke linguistik yang akhirnya pada spektrum bahasa di masyarakat dan penekanan utama pada dialek sebagai dialek, dan bahasa sebagai bahasa. Sosiolinguistik dan Geolinguistik digunakan dalam hal ini, hampir semua bagiannya, sebagai metodologi untuk melaksanakan linguistik meliputi studi tentang variasi bahasa. Bagian awal buku ini menitikberatkan dengan teori linguistik dan atau masalah teoritis dan metodologis berkaitan dengan studi empiris perubahan linguistik. Pada akhir buku ini studi menjadi sedikit linguistik dan lebih menekankan sisi soial, dan menitikberatkan tidak hanya dengan bahasa tapi juga isu-isu secara personal, identitas etnis dan sosial, dan penerapan dari penemuan sosiolinguistik dan dialektologi sebagai solusi masalah praktis dan pendidikan.
Dua dari duabelas bagian buku ini diterbitkan bersamaan. Semuanya telah ditinjau kembali atau direvisi, diperbarui dan disunting jadi buku ini bisa dibaca, jika diinginkan sebagai teks yang cocok.
BAGIAN I
Sosiolinguistik dan Teori Linguistik
Tata Bahasa Polylectal Dan Komunikasi antar Dialek
Seperti yang kita lihat pada bagian perkenalan, satu dari penggunaan istilah sosiolinguistik adalah label yang menunjuk pada studi yang berdasar pada pekerjaan empiris pada bahasa yang diucapkan dalam konteks sosialnya. Sosiolinguistik dalam hal ini bisa kita katakan adalah sebuah metodologi—satu cara untuk melakukan linguistik. Dan diharapkan bisa menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teori linguistik dengan baik dengan topik utama ketertarikan pada linguis. Pada bagian ini dititikberatkan pada isu teoritis yang menjadi kontroversi dari tata bahasa polylectal.
Menurut Weinreich’s (1954) usaha untuk menyatukan linguistik struktural dan dialektologi, sejumlah linguis mencari untuk menyertakan lebih dari satu variasi pada satu bahasa dalam sebuah deskripsi tunggal atau tata bahasa. tipe struktural diasistem Weinreich (Cochrane, 1959; Wolck, 1965) telah mengikuti pengujicobaan generatif yang berusaha untuk menunjukkan dialek mempunyai prinsip yang berbeda meliputi pembentukan atau aturan-aturan tambahan (Newton, 1972). Seringkali pekerjaan tipe ini dihadapkan hanya jumlah varietas bahasa yang kecil dan dinilai para peneliti di lapangan bahwa varietas bahasa tersebut menyajikan cara untuk menunjukkan dan meyelidiki ukuran alamiah hubungan antar dialek yang berbeda.
Sesudah itu, bagaimanapun, sebuah thesis yang lumayan kuat diperdebatkan – itu adalah pandialectal atau tata bahasa panlectal. Sebuah tata bahasa panlectal diharapkan bisa menyertakan data yang terlalu sedikit namun semua jenis dari bahasa praktis; dan dapat dinilai, tidak sekedar alat deskripsi, tapi istilah dari model yang dikatakan untuk menyajikan kemampuan penutur asli dewasa. Secara praktis berhubungan dengan penelitian C.J. Bailey (Bailey, 1972-1973), yang menjadi dasar pemikiran penelitian tata bahasa panlectal yang diringkas Labov (1973) sebagai berikut:
Kita dapat dan seharusnya menulis tata bahasa tunggal untuk yang mewakili semua (atau yang paling dekat) dialek dari sebuah bahasa, sejak kemampuan penutur asli dewasa kita capai sejauh dialek yang kita pakai. Bailey menyampaikan untuk setiap tata bahasa di lapangan ketika seorang penutur asli menjadi lebih tua, (a) mereka menjadi familiar dengan penambahan jumlah dialek ; (b) mereka mempunyai kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan terjadinya dialek penutur lain, menganalisis peraturannya dan lebih luasnya batas-batas dari peraturan dialeknya; dan (c) bahkan mereka dapat meramalkan dari aturan mereka sendiri dan memprediksi eksistensi dialek yang mereka dengar.
Setelah beberapa pekerjaan awal pada wilayah ini, bagaimanapun, varietas bahasa itu secara berangsur-angsur bisa dikenali dan usaha untuk menyertakan semua varietas bahasa dalam sebuah tata bahasa tunggal adalh hal yang tak beralasan. (Satu pendapat yang nyata lagi tata bahasa panlectal adalah fakta yang terkenal bahwa bahasa adalah yang tidak bisa dipisah-pisahkan: tak ada seorang pun menginginkan menulis sebuah tata bahasa panlectal yang mewakili semua varietas bahasa Perancis, bahasa Occitan, bahasa Catalan, bahasa Spanyol, Portugis, dan Italia, dan belum lagi bentuk varietas sebuah rangkaian dialek tanpa batasan yang tajam atau jelas. Oleh karena itu pekerjaan awal pada tata bahasa panlectal diikuti oleh pekerjaan dengan hipotesis yang lebih terbatas – yaitu tata bahasa polylectal.
Seperti indikasi dari namanya, tata bahasa polylectal tidak hanya mencari banyak melainkan lebih daripada semua, varietas dari bahasa praktis. Dugaan tentang tata bahasa polylectal menimbulkan dua pertanyaan menarik dan menantang: (a) apakah benar ada lebih dari satu varietas bahasa dalam satu tata bahasa? dan (b) jika itu benar, bagaimana banyak varietas tersebut menjadi satu?
Tata bahasa itu diharapkan menajdi model dari kemampuan linguistik penutur asli, kemudian seharusnya menajdi mungkin untuk menjawab pertanyaan ini dengan menyelidiki secara empiris kemampuan penutur asli secara luas dalam penguasaan dialek lain. Tulisan Labov ”Bagaimana tata bahasa berhenti?” (1973) adalah sebuah usaha dari tipe ini untuk menjawab pertanyaan (b). Pada bagian berikutnya, di sisi lain, adalah usaha untuk menjawab pertanyaan (a). Pemusatan masalah Labov adalah pada seberapa kemampuan penutur asli di luar dialek yang dipakainya, itu juga berarti ada batas yang bisa dicapai. Pada bagian ini saya akan mengemukakan bahwa batas ini adalah rasa hormat yang menjengkelkan yang mungkin tidak bisa mencakup usaha untuk model kemampuan ini dengan mengerti tata bahasa. Gambaran pada bukti empiris dari sejumlah sumber, saya juga akan berpendapat seperti ini, sementara sebuah aturan tata bahasa mungkin benar atau mungkin tidak menjadi cara untuk mengetahui model pembentukan seorang penutur asli atau kemampuan aktif (Matthews, 1979), penutur dengan kemampuan penerima atau pasif menggunakan prosedur khusus atau tak beraturan untuk mencari cara terbaik menjelaskan secara lengkap jenis kemampuan ini mungkin tidak akan menjadi istilah perluasan dan penghitungan dari semua aturan.
Penutur asli tentu saja mempunyai kebisaan terhadap hal tesebut, pada beberapa hal, kita dihadapkan dengan varietas bahasa mereka yang jika dibandingkan dengan yang mereka pakai. Kita juga harus mengetahui dengan baik kemampuan penutur pasif sangat melebihi penutur aktif (dan dalam pembelajaran bahasa, biasanya tidak melebihi). Bagaimanapun jika kita menguji pengakuan bahwa kemampuan pasif ini memiliki jarak yang lebih banyak dari dialek seorang penutur itu sendiri, hal itu muncul saat kita seharusnya tidak melebih-lebihkan perluasan dari kemampuan ini meskipun pada prakteknya beraturan.
Kita sekarang membandingkan kemampuan penutur yang menghormati dialeknya sendiri dan yang lebih menghormati dlalek lain daripada dialek yang mereka miliki.
PEMBENTUKAN DIALEK LAIN
Pengakuan paling kuat bahwa bila secara logika dapat membuat kemampuan pasif berpotensi sama dengan kemampuan produktif, penutur dapat mengatakan dialek lain jika mereka menginginkan atau memerlukan untuk beberapa alasan – walaupun mereka tidak normal melakukan hal itu. Ini, pada tataran hampir ekstrim, pemandangan yang aneh, dan pada tataran tersebut tidak pernah ada langkah lanjutan yang mendukung dugaan dari tata bahasa polylectal. Meskipun demikian,menariknya untuk melihat situasi itu dimana penutur melakukan usaha untuk beralih dari kemampuan pasif menuju kemampuan aktif – dimana mereka berbicara varietas lain – sejak nilai yang jelas tampak pada kemampuan pasif alami dan pada batasnya.
Usaha yang paling nyata untuk beralih dari kemampuan pasif ke aktif melibatkan peniruan. Beberapa orang, tentunya sebagai peniru yang sangat baik pada aksen dan dialek; sebagian besar lainnya tidak. Itu tentu saja tidak emngejutkan jika penutur yang lebih tua daripada remaja mempunyai kesulitan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar